Aku...

Aku...

Rabu, 25 Januari 2012

Tangis Kak Lidya

Jam ditangan kanan sudah menunjukkan pukul 12.10, sudah waktunya menghadap Sang Ilahi, waktunya sholat dhuhur. Kebiasaan ini yang selalu aku rindukan di kantor, shalat berjamaah bersama Pimpinan dan para pegawai lainnya. Gantian berwudhu, maklumlah kamar kecil hanya ada satu, memerlukan setidaknya 15-25 menit tuk shalat berjamaah. Usai sholat, aku ingin langsung pamit dan beranjak pulang duluan. Ini hari kamis, jadwal aku buat kuliah.. gumamku dalam hati. Setelah merapikan mukenah dan sajadah, akupun merapikan dandanan dan letak jilbabku. “Kak, aku duluan, pamitku pada Kak Lidya yang sedari tadi tidak beranjak dari posisi sholatnya.” “Dek…” aku menoleh. “Ada apa Kak?” jawabku cepat. Kulihat mata bening dengan bola mata kecoklatan itu basah, bukan karna air wudhu tapi karna tetesan air mata. Aku duduk kembali, dan kali ini kuperbaiki posisiku. “Kak kenapa?” tanyaku cemas. Belum sempat menjawab, dia menangis lagi. Baru kali ini kulihat dia sedih seperti ini, sejak mengenalnya 2 tahun lalu hingga sekarang, bahkan waktu dia berpisah dengan Kak fahrul dia hanya berkata mungkin bukan jodohku…lalu sepanjang malam itu kami hanya tertawa terus sambil mengingat semua kenangan masing – masing, tepatnya kenangan patah hati. Aku memeluknya, dan kali ini tangisnya kian menjadi. Aku bingung dan mencoba menenangkannya. “Dia akan menikah dik,” suara lirih terdengar dari mulutnya. “Siapa Kak?” Aku mencoba memastikan, meski dibenakku sudah ada satu nama, namun kutunggu nama itu keluar dari mulutnya sendiri. “Fahrul dek…” jawab Kak Lidya. Perkiraanku benar, memang ada isu yang tersebar bahwa dia akan menikah, uda sebulan yang lalu. Kabar itu aku dengar dari temanku yang kebetulan satu instansi dengannya. Namun berita itu tak pernah aku sampaikan pada Kak Lidya, aku takut dia sedih dan teringat kembali kenangan bersamanya. Ditambah lagi berita itu belum tentu benar kebenarannya. Yang membuatku heran kenapa Kak Lidya sesedih ini, bukannya dari jauh jauh hari dia sudah tak pernah membicarakan lagi tentang orang itu. “Mungkin dia memang bukan jodohmu Kak, sabar ya Kak. Akan datang pria terbaik tuk wanita sebaik dirimu.” Kataku menenangkan. Dia mengangkat wajahnya dari pelukanku, bukan hanya itu yang membuatku sesedih ini, dia akan menikah dengan putri, sahabatku sendiri.” Dia kembali menangis. “Astagfirullah, kenapa seperti ini! Bukannya Kak putri tahu kalau kalian pernah bertunangan?” “Itulah dik, yang membuatku merasa terkhianiati. Sahabat yang sudah aku kenal dari jaman SMA sampai sekarang, ternyata dia yang menusuk ku dari belakang. Mereka sudah setahun menjalin hubungan tanpa sepengetahuanku. Dan lebih parahnya lagi dik, dia sekarang mengandung benih Kak fahrul dirahimnya.” “Astagfirullah Al Adzim, inilah yang ingin Allah tunjukkan padamu Kak, dia bukan yang terbaik buatmu. Bersabarlah dengan sabar yang baik.” Selahku. Dia sekali lagi menangis, namun kali ini lebih sedikit diam. Aku rasa nasehatku sudah sedikit menyentuh hatinya. Kulihat jarum jam dipergelangan tanganku, sudah menunjuk keangka 1.30. “wah uda telat nih..” pikirku dalam hati. Baraka Allahu Lakuma wa Baraka alikuma Wa jamaah baina kuma fee khair. Barakallah hu lakuma wa baraka alikuma Wa jamaah baina kuma fii khair. Kulihat dilayar ponsel, Erin Memanggil. Kuabaikan telponnya, tidak enak rasanya menerima telpon disaat kayak gini. Di depan Kak Lidya, yang masih bersedih. Serba salah jadinya. Tik..tik..tikk.. bunyi smsku. “say uda dimana? Aku uda dikampus, hari ini kita mid kan?” Smsx Erin. “Astagfirullah al adzim” ucapku. “Kenapa dek” kata Kak Lidya. “Maf Kak, aku mau kuliah dulu, hari ini ada mid test. Insya Allah nanti malam aku telpon Kakak”. “Iya dek, makasih banyak ya. sory uda menganggumu.” “Kakak kok ngomong gitu sih!!.. Kakak uda seperti Kakakku sendiri, aku tidak merasa terganggu dengan semuanya. Kakak harus lebih sabar y, smua pasti ada hikmahnya”. “Amin ya Allah”. “Hati – hati dijalan dik”. Ucap Kak Lidya. “Iya Kak”. Jawabku. ** Malam kian larut,, hanya ada suara kodok yang membuat gaduh suasana heningnya malam.. kuaktifkan handphone yang sengaja aku taruh disamping dekat dengan telingaku. Tiiiiiiiidddddduuuuuttt…… Baru jam 1.30 dini hari,, kutarik selimut panjang yang menutupi hampir seluruh badanku. “Allah sengaja membangunkan aku malam ini, dia sedang merindukanku untuk berduaan hanya dengan-Nya”. Gumamku dalam hati. Wudhu basuhan pertama membasahi kedua tanganku,,, huuuffttt dingin sekali, badanku menggigil, ini ujian. Malam ini aku terbangun tidak seperti biasanya,, tidurku terusik bukan hanya karena bunyi alarm handphoneku. Tapi karena aku bermimpi tentang seseorang,, seseorang yang hari ini memulai rutinitasnya dikantor bersamaku. Dalam doaku aku teringat dengan peristiwa yang dialami oleh Kak Lidya tadi siang, yang membuatku menghadirkannya dalam mimpiku. Aku memang tidak begitu dekat dengannya, dia belum genap setahun berada dikantor ini. Baru satu bulan ini aku mencoba dekat dengannya, tentu saja karena berbagai pertimbangan, dan salah satunya adalah karena hanya aku dan dia yang berstatus sebagai wanita yang masih lajang. Aku pernah mengalami apa yang dia alami saat ini, meski ada beberapa perbedaan kisah diantara kami. Pikiranku menerawang 2 tahun lalu, ketika aku menjalin hubungan dengan seorang ustadz dari luar kota Makassar, dia pria yang baik, sholeh, dan berpendirian. dia pernah melamarku, namun jawabanku ketika saat itu, aku ingin menyelesaikan kuliah dulu yang insya Allah tersisa 1 tahun lagi. Dan ketika itu iya mengiyakan. Umur kami memang berbeda 6 tahun, umur yang sudah cukup matang untuk berkeluarga ditambah lagi dengan desakan pihak keluarganya. Namun apa yang terjadi, 3 bulan setelah dia melamarku, dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami., katanya kala itu,, hanya break sejenak untuk memperbaiki diri masing–masing. Namun Allah berkehendak lain, sehari setelah perkataannya diucapkan padaku melalui pesan singkat sms, dia kembali mengirim sms pemberitahuan melalui handphone sahabatku bahwa dia akan menikah 4 bulan kemudian. Pukulan keras seakan berada diwajahku, menampar pelan tapi pasti. Tepat dihatiku yang saat itu begitu rapuh, terbersit dihatiku kenapa dia begitu tega melakukan semua ini, apa salahku. Selama hubungan kami, aku nyaris tak pernah memberinya beban, meski hubungan kami yang long distance atau jarak jauh. Aku selalu menanamkan kepercayaan padanya, begitupun dia. Tiap saat, tiap hari selalu ada sms darinya, meski hanya mengingatkan tuk’ shalat lima waktu. Tak jarang dia menyenandungkan asma Allah ditelingaku melalui kabel satelit telepon genggam. Yang kadang membuatku berpikir dialah jodohku. Aku kuat, mungkin sebagian wanita akan melabrak atau mendatangi dan meminta penjelasan pada orang seperti itu. Namun niat itu tak urung kulakukan, rasa malu dan iman didada memberiku banyak pertimbangan, toch dia tak pernah melakukan hal-hal yang diluar norma agama padaku. Semua hanya persoalan jodoh, dan sekali lagi itu kuasa Tuhan. Kita hanya manusia biasa yang tugasnya berencana, Allah yang Maha Menentukan. Mencoba berdiri dengan kakiku sendiri, mencoba kuat dihadapan orang-orang terdekatku, biarkan hanya Allah yang tahu rasa sakitku, karena hanya Dialah penyembuh yang abadi. Empat bulan terasa singkat untuk hanya sekedar melupakanmu, dan tepat dihari akad nikahnya, dia tak mengirim sepucuk undangan ataupun sms pemberitahuan pada wanita yang dikecewakannya, aku tersenyum dalam hati.. bahkan hari bahagianya itu aku ketahui dari sahabatnya. Kuberanikan diri, kukirim doa dari hatiku untuknya melalui pesan singkat short messange service (sms) “barakallahu laka wabarak alaik. Semoga pernikahanmu membawa berkah untukmu, amin”. Kutarik nafas dalam-dalam, kutanamkan dalam hati dan pikiranku, dia bukanlah jodohku akan datang seorang pria terbaik pilihan Allah untukku. Tersadar dari lamunan, ketika ponselku tiba-tiba berdering. Allahu akbar,, allahu akbar..” ooh bunyi alarmku. Kutarik kembali selimut kesayanganku yang selalu menemani tidurku, masih terlalu dini hari, untuk memulai aktivitasku, lanjut tidur lagi ahhh…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar